Ilmu sosial, dalam mempelajari aspek-aspek masyarakat secara subjektif, inter-subjektif, dan objektif atau struktural, sebelumnya dianggap kurang ilmiah bila dibanding dengan Ilmu alam. Namun sekarang, beberapa bagian dari ilmu sosial telah banyak menggunakan metoda kuantitatif. Demikian pula, pendekatan interdisiplin dan lintas-disiplin dalam penelitian sosial terhadap perilaku manusia serta faktor sosial dan lingkungan yang mempengaruhinya telah membuat banyak peneliti ilmu alam tertarik pada beberapa aspek dalam metodologi ilmu sosial.Penggunaan metoda kuantitatif dan kualitatif telah makin banyak diintegrasikan dalam studi tentang tindakan manusia serta implikasi dan konsekuensinya.
Karena sifatnya yang berupa penyederhanaan dari ilmu-ilmu sosial, di Indonesia IPS dijadikan sebagai mata pelajaran untuk siswa sekolah dasar (SD), dan sekolah menengah tingkat pertama (SMP/SLTP). Sedangkan untuk tingkat di atasnya, mulai dari sekoah menengah atas (SMA) dan perguruan tinggi, ilmu sosial dipelajari berdasarkan cabang-cabang dalam ilmu tersebut khususnya jurusan atau fakultas yang memfokuskan diri dalam mempelajari hal tersebut.
Peranan:
Dalam
upaya menjawab permasalahan pembangunan bangsa peningkatan peranan
iptek semakin menjadi perhatian di berbagai negara maju. Masyarakat
ilmiah/akademik di negara - negara maju kini memberikan perhatian
yang makin besar pada riset dan pengembangan iptek yang berpola lintas
dan trans-disiplin, yang melibatkan disiplin ilmu kealaman, rekayasa,
ekonomi, politik, hukum dan ilmu-ilmu kemanusiaan. Penekanan pada riset
yang berpola lintas/trans-disiplin ini ditujukan pada peningkatan
mobilitas ‘kapital intelektual’ masyarakat, sehingga membawa perubahan
menuju masyarakat berberbasis pengetahuan.
Peran ilmu dan riset sosial kemanusiaan sangat diperlukan dalam pengembangan iptek di Indonesia. Teknologi suatu proses dimanapun akan sama, akan tetapi teknologi itu tidak akan dapat bermanfaat dan dapat diterima didaerah dan masyarakat yang berbeda. Oleh karena itu, peran ilmu dan riset sosial kemanusiaan sangat diperlukan sehingga teknologi yang ditemukan dan yang akan dikembangkan dapat mempunyai nilai manfaat yang maksimal dan dapat diterima oleh masyarakat setempat sesuai dengan situasi, kondisi, budaya dan sosial masyarakat setempat.
“Perkembangan penemuan dan hasil riset bidang teknologi yang cepat tanpa melibatkan kajian dan riset-riset sosial dan kemanusiaan tidak akan bermanfaat secara maksimal”. Ujar Deputi Bidang Perkembangan Riset Iptek, Mohammad Nur Hidayat. Menurut M Nur Hidayat, dengan melaksanakan seminar “Ilmu Sosial dan Kemanusiaan dalam Pengembangan Iptek: Teori, Riset dan Kebijakan” , ada kesinambungan antara teori dan riset dalam merumuskan suatu kebijakan dalam pengembangan Iptek di Indonesia yang hasilnya nanti dapat dimanfaatkan dan dirasakan oleh masyarakat.
Lebih lanjut, M Nur Hidayat, mengatakan untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif tentang peran ilmu dan riset sosial kemanusiaan dalam realita hubungan antara teori, dan riset yang dilakukan dan perlu dilakukan dalam keterkaitannya dengan perumusan kebijakan untuk mengembangkan Iptek di Indonesia sesuai Pasal 31 ayat 5 UUD-45 hasil amandemen ke-4 berbunyi bahwa Pemerintah memajukan iptek dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta kesejaheraan umat manusia.
Peran ilmu dan riset sosial kemanusiaan sangat diperlukan dalam pengembangan iptek di Indonesia. Teknologi suatu proses dimanapun akan sama, akan tetapi teknologi itu tidak akan dapat bermanfaat dan dapat diterima didaerah dan masyarakat yang berbeda. Oleh karena itu, peran ilmu dan riset sosial kemanusiaan sangat diperlukan sehingga teknologi yang ditemukan dan yang akan dikembangkan dapat mempunyai nilai manfaat yang maksimal dan dapat diterima oleh masyarakat setempat sesuai dengan situasi, kondisi, budaya dan sosial masyarakat setempat.
“Perkembangan penemuan dan hasil riset bidang teknologi yang cepat tanpa melibatkan kajian dan riset-riset sosial dan kemanusiaan tidak akan bermanfaat secara maksimal”. Ujar Deputi Bidang Perkembangan Riset Iptek, Mohammad Nur Hidayat. Menurut M Nur Hidayat, dengan melaksanakan seminar “Ilmu Sosial dan Kemanusiaan dalam Pengembangan Iptek: Teori, Riset dan Kebijakan” , ada kesinambungan antara teori dan riset dalam merumuskan suatu kebijakan dalam pengembangan Iptek di Indonesia yang hasilnya nanti dapat dimanfaatkan dan dirasakan oleh masyarakat.
Lebih lanjut, M Nur Hidayat, mengatakan untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif tentang peran ilmu dan riset sosial kemanusiaan dalam realita hubungan antara teori, dan riset yang dilakukan dan perlu dilakukan dalam keterkaitannya dengan perumusan kebijakan untuk mengembangkan Iptek di Indonesia sesuai Pasal 31 ayat 5 UUD-45 hasil amandemen ke-4 berbunyi bahwa Pemerintah memajukan iptek dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta kesejaheraan umat manusia.
“Untuk mewujudkan apa yang ingin
dicapai bangsa Indonesia di bidang IPTEK, maka pembangunan bidang Iptek
di masa yang akan datang perlu lebih beorientasi pada upaya
mensejahterakan rakyat dan membangun peradaban bangsa. Pembangunan ini
berkaitan dengan kegalauan para peneliti bidang sosial dan kemanusiaan
tentang program insentif di bawah Kementerian Negara Riset dan
Teknologi bahwa program insentif harus berhubungan dengan 6 bidang
fokus Ristek yaitu bidang teknologi energi, ketahanan pangan,
teknologi transportasi, teknologi pertahanan dan keamanan, dan
obat-obatan dan kesehatan” ujar Sekretaris Menteri Negara Ristek,
Benyamin Lakitan saat membacakan sambutan Menteri Negara Ristek.
Seminar yang dihadiri oleh sekitar 100
orang yang berasal berbagai Perguruan Tinggi di Indonesia menyimpulkan
beberapa usulan yang perlu perhatian diantaranya : bahwa penelitian
bidang iptek dari perspektif sosial kemanusiaan masih kurang mendapat
perhatian karena para peneliti sosial dalam melakukan penelitiannya
bersifat disipliner; pengembangan iptek dan ilmu sosial kemanusiaan
tidak dapat diabaikan begitu saja. Teknologi tidak akan berarti tanpa
melibatkan keberadaan manusia sebagai makluk sosial, sebagai subyek dan
sekaligus sebagai pengguna teknologi; dalam konteks sosial, terlihat
adanya basis fisiologis terhadap persoalan pemilihan teori karena
observasi empiris tidak dapat menetapkan secara logistik pemilihan
teori-tori saintifik. Fakta saintifik bukan entitas yang sepenuhnya
obyektif tetapi juga merupakan fakta sosial; Dalam konteks teknologi,
persoalannya adalah bahwa fungsi artifak teknologi tidak ditentukan
oleh struktur fisisnya. Struktur fisis dapat mempunyai fungsi
bervariasi dan bahkan mempunyai fungsi yang sama, sehingga artifak
teknologi bukan sepenuhnya entitas material tetapi juga entitas sosial.
Dalam konteks kebijakan, masalah kebijakan iptek bukanlah memberikan
solusi melainkan memperkaya artikulasi fenomena dan mempromosikan
pembelajaran kolektif.
Lalu untuk mendapatkan keberhasilan
dalam fungsinya, para periset dalam melakukan kegiatannya bisa
melakukan 3 (tiga) pendekatan yang esensi yaitu melalui : 1) Paham
positif (positivism), 2) interpretasi ilmu sosial ( interprtative
social science, dan 3) kritikal ilmu sosial (critical social science);
para periset sosial diharapkan memprioritaskan topik risetnya pada : 1)
Riset teori yang relevan secara empiris terutama yang berkaitan dengan
a) Dinamika politik lokal, b) identitas dan batas – batas negara dan c)
integrasi nasional. 2) Riset yang berorientasi pada kebijakan terutama
yang terkait dengan a) Perajutan kebangsaan dalam pilar birokrasi, b)
pekerja migran dan c) pola pemukiman.
Selanjutnya Iptek dapat diwujudkan
menjadi hal yang berdayaguna jika dapat dimanfaatkan secara memadai
oleh manusia sebagai makluk sosial. Karena itu iptek perlu disinergikan
dengan aspek manusia dan masyarakatnya. Dengan kata lain
Sosioteknologi merupakan suatu sudut pandang yang perlu diperhatikan
tanpa pengecualian; Perlu adanya satu bidang Sosial dan Kemanusiaan di
Kementerian Riset dan Teknologi yang lebih berperan dan terakhir
Teknologi diperlukan untuk kesejahteraan masyarakat oleh karena itu
bukan Masyarakat yang harus menyesuaikan adanya teknologi tetapi harus
teknologi yang diciptaakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan
kesejahteraan.
Seminar yang diprakarsai oleh Asisten
Deputi Urusan Perkembangan Ilmu Sosial & Kemanusiaan, Deputi Bidang
Perkembangan Riptek KNRT, Vemmie D. Koswara, merupakan bagian dari
program dan kegiatan tahun 2009, yang diselenggarakan pada tanggal 18
November 2009, di Ruang Komisi Utama BPPT. Hadir sebagai pembicara
Daniel Sparringa dengan topik “Teori Sosial. Riset dan Realita dalam
Perkembangan Iptek”, Sony Yuliar dengan topik “Peran Ilmu Sosial dalam
Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi” dan Tamrin Amal Tomagola dengan
topik “Pengembangan Ilmu dan Riset Sosial Kemanusiaan Dalam Perspektif
Kebijakan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar